Ayo Mondok!

Sambongdukuh – Pondok pesantren, pada awalnya, dianggap sebagai lembaga pendidikan non-formal yang fokus pada ilmu agama. Surau, masjid, dan tempat pemondokan santri menjadi pusat aktivitas bagi para santri dalam belajar ilmu. Ilmu yang dipelajari secara umum berkutat pada disiplin ilmu agama seperti fiqh, tasawwuf, nahwu, shorof, tauhid, tajwid, dan lain sebagainya. Buku-buku rujukan yang digunakan sebagian besar adalah kitab kuning klasik, karya cendekiawan Islam pada abad pertengahan. Namun, pandangan ini membuat beberapa kalangan menganggap pesantren sebagai lembaga yang konservatif dan tradisionalis.

Namun, seiring berjalannya waktu, pesantren harus beradaptasi dengan tuntutan zaman yang semakin kompleks. Pesatnya perkembangan ilmu yang semakin spesifik serta kemajuan teknologi menuntut pesantren untuk tetap relevan dan menjadi lembaga pendidikan yang selalu eksis. Sebagai respons, pesantren mulai membuka pendidikan umum dari tingkat SD-MI, SLTP-MTs, SMA-SMK-MA-MAK, hingga perguruan tinggi. Capaian ini sungguh luar biasa. Pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan agama, tetapi juga memberikan kesempatan kepada siapa saja yang ingin mendalami ilmu umum.

Namun, keberadaan pesantren tidak membuat mereka terhindar dari tantangan. Munculnya pesantren-pesantren baru yang berada dalam naungan aliran Islam transnasional menjadi tantangan bagi pesantren yang telah lama ada. Pesantren baru ini menekankan pada ilmu umum semata, dengan menawarkan pengetahuan bahasa Inggris dan Arab sebagai daya tarik untuk menarik minat orang tua agar memondokkan anak-anak mereka di pesantren tersebut.

Gerakan “Ayo Mondok” yang dipelopori oleh Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU merupakan sinyal bahwa pesantren bukan lagi lembaga pendidikan alternatif, melainkan lembaga unggulan. Meskipun pada awalnya terlihat sebagai ajakan kepada orang tua untuk memondokkan anak-anak mereka di pesantren, sebenarnya gerakan ini bertujuan agar orang tua tidak salah memilih pesantren. Mereka dikhawatirkan memondokkan anak-anak mereka di pesantren yang memiliki ideologi Islam garis keras, di mana mereka tidak benar-benar belajar agama, tetapi justru dididik untuk menjadi “teroris” dengan dalih “jihad”. Setelah lulus, mereka malah mencoreng nama Islam itu sendiri. Oleh karena itu, gerakan “Ayo Mondok” menjadi kampanye yang penting agar orang tua tidak keliru dalam memilih pesantren untuk pendidikan anak-anak mereka.

Ada beberapa alasan mengapa penting bagi orang tua untuk memondokkan anak-anak mereka di pesantren yang tepat, terutama pesantren yang berada di bawah asuhan kiai-kiai Nahdlatul Ulama (NU). Pertama, pesantren NU memiliki sanad keilmuan yang jelas. Semua yang dipelajari di pesantren NU dapat dipertanggungjawabkan. Jika kita melacak alur ilmu yang mereka pelajari, akan jelas bahwa ilmu tersebut berasal dari Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, kita tidak perlu khawatir tentang kebenaran ilmu yang diperoleh di pesantren NU, karena sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Yang Maha Esa.

Kedua, pesantren mengajarkan kepada kita untuk tidak berpikir dalam pola oposisi biner. Pola berpikir seperti itu selalu mempertentangkan setiap perbedaan. Di pesantren, kita diajarkan bahwa perbedaan adalah bagian dari sunnatullah, hukum alam yang berlaku. Perbedaan tidak perlu dipertentangkan, melainkan perlu disikapi dengan bijaksana agar dapat berjalan beriringan.

Sejarah memberikan contoh saat terjadi perang antara sesama sahabat Rasulullah. Ketika beberapa kelompok memberikan dukungan kepada salah satu sahabat, bahkan ada yang menyalahkan keduanya, ulama Ahlussunnah memilih untuk tidak berkomentar. Sikap diam ini sebenarnya merupakan pernyataan tersirat bahwa kedua pihak memiliki alasan masing-masing atas perang yang terjadi. Keduanya adalah sahabat Rasulullah, dan perbedaan pandangan adalah hal yang wajar, bahkan di antara sahabat Nabi sendiri.

Ketiga, pesantren memperkenalkan konsep barokah kepada para santri. Konsep ini menjadi penting dalam kehidupan pesantren dan menjadi pegangan bagi para santri. Barokah adalah penambahan kebaikan dan berkah yang berasal dari Allah SWT. Di pesantren, barokah menjadi kekuatan spiritual yang diyakini dapat melegitimasi ilmu yang diperoleh oleh santri, tidak peduli sejauh mana manfaat ilmu tersebut. Barokah tidak hanya hadir dalam diri kiai, tetapi juga bisa datang dari siapa saja yang memiliki kekuatan spiritual yang mengkristal dalam dirinya. Kiai yang memiliki karomah akan terlihat sangat karismatik di hadapan santri dan masyarakat. Bahkan Max Weber, seorang tokoh sosiologi, mengakui pentingnya hubungan antara ilmu sosial dengan fenomena spiritual atau ideal. Menurutnya, hal ini merupakan ciri khas manusia yang tidak dapat dijelaskan melalui ilmu alam semata. Di pesantren, konsep barokah dan karomah adalah hal yang biasa. Hal-hal yang sering dianggap mistis sebenarnya dapat dijelaskan secara rasional, hanya saja akal manusia belum mampu sepenuhnya memahaminya.

Keempat, pesantren mengajarkan bagaimana bersosialisasi dengan baik. Tanpa disadari, kehidupan santri menyimpan banyak pelajaran berharga. Salah satu contohnya adalah kebersamaan dalam makan menggunakan talam. Dalam pesantren, nilai kebersamaan sangat diutamakan, tanpa memandang asal usul, status sosial, atau latar belakang keluarga. Pesantren tidak mengenal kasta, semua santri diperlakukan dengan setara.

Terakhir, yang paling penting, pesantren memberikan pembelajaran tentang akhlak. Namun, akhlak di sini bukan sekadar persoalan etika semata. Akhlak melampaui pola sikap dan ucap, melibatkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang selaras. Keempatnya tidak akan saling bertentangan. Sebagai contoh, saat Nabi Muhammad SAW mengutuk seorang munafik. Munafik adalah seseorang yang ucapan, tindakan, pikiran, dan hatinya tidak selaras. Dari contoh ini, terlihat bahwa akhlak mencakup berbagai aspek, termasuk pola sikap, pola ucap, pola pikir, dan pola perasaan (hati). Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia bukan hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia, tetapi juga untuk mengajarkan makarimul akhlaq, yaitu kesempurnaan akhlak.

Ini hanya sekelumit pengalaman dari penulis yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Tentu saja, masih banyak alasan lain mengapa mondok (nyantri) itu penting. Terdapat banyak pelajaran dan pengalaman yang hanya bisa didapatkan di pondok pesantren. Oleh karena itu, mari kita bergabung dan mendukung gerakan “Ayo Mondok” untuk membawa kehidupan yang bermakna di pesantren.[]